## Tragedi Khatmandu: Demonstrasi Antikorupsi Berujung Bentrokan Berdarah di Nepal
Nepal dilanda gelombang demonstrasi besar-besaran yang berujung pada bentrokan berdarah antara demonstran dan aparat kepolisian pada Senin, 8 September 2025. Aksi protes yang disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir ini menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya, termasuk 28 petugas kepolisian. Insiden memilukan ini terjadi di luar Gedung Parlemen di Khatmandu, di mana personel polisi anti huru hara terpaksa menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang membengkak. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan situasi kacau, dengan demonstran yang terluka dievakuasi dengan sepeda motor oleh rekan-rekan mereka menuju rumah sakit. Dua dari korban tewas berasal dari Itahari, kota di bagian timur Nepal.
Kejadian ini dipicu oleh kebijakan pemerintah Nepal pekan lalu yang memblokir akses ke sejumlah platform media sosial populer, termasuk Facebook. Pemerintah berdalih langkah tersebut diambil untuk membendung penyebaran ujaran kebencian, berita bohong (hoaks), dan aktivitas penipuan yang marak di platform-platform tersebut, karena dianggap belum terdaftar secara resmi di otoritas terkait. Namun, alasan ini justru memicu kemarahan publik, terutama di kalangan anak muda yang sangat aktif di dunia maya. Dengan sekitar 90% dari 30 juta penduduk Nepal merupakan pengguna internet aktif, pemblokiran media sosial dianggap sebagai tindakan represif yang membatasi kebebasan berekspresi.
Demonstrasi yang berlangsung di Khatmandu menunjukkan kemarahan massa yang meluap. Para demonstran, yang sebagian besar terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan anak muda, tumpah ke jalanan, membawa poster-poster protes yang beragam. Beberapa poster menuntut penghentian korupsi dengan slogan-slogan seperti “Hentikan Korupsi, Bukan Media Sosial” dan “Anak Muda Melawan Korupsi”. Fenomena menarik lainnya yang teramati adalah kemunculan poster-poster bergambar bendera bajak laut dari anime populer One Piece, mirip dengan demonstrasi besar-besaran yang pernah terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu. Hal ini menunjukkan adanya solidaritas dan kemiripan sentimen anti-kemapanan di antara demonstran dari berbagai negara.
Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan semakin memanas setelah pemerintah memblokir akses ke media sosial, yang dianggap sebagai alat komunikasi utama bagi para demonstran untuk melakukan koordinasi dan menyebarkan informasi. Aksi kekerasan ini menunjukkan betapa sensitifnya isu kebebasan berekspresi dan akses informasi di era digital, terutama di negara berkembang. Tragedi Khatmandu ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk lebih bijak dalam mengambil kebijakan yang berpotensi menimbulkan keresahan publik dan mengakibatkan kekerasan. Investigasi menyeluruh terhadap peristiwa ini sangat diperlukan untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Kebebasan berekspresi harus dihormati, dan pemerintah harus mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi penyebaran informasi yang menyesatkan, tanpa harus membatasi akses publik ke media sosial secara keseluruhan. Peristiwa ini juga menjadi sorotan internasional dan menimbulkan pertanyaan tentang demokrasi dan kebebasan sipil di Nepal.